Breaking News

Rabu, 09 Juli 2014

Bagaimana Mengatasi Trauma Pelecehan Seksual Pada Anak

Bagaimana Mengatasi Trauma Pelecehan Seksual Pada Anak


Bagaimana Mengatasi Trauma Pelecehan Seksual Pada Anak


Awal mula beredarnya berita ini, kasus pelecehan seksual yang terjadi di salah satu sekolah international di Jakarta pada tanggal 14 April 2014 kemarin. Terjadi pelaporan dari orangtua siswa TK sekolah tersebut, dimana anaknya yang masih TK mengalami pelecehan seksual (di sodomi) di sekolah tersebut oleh petugas kebersihan dan terjadi di kamar mandi. Pada waktu yang bersamaan, saat saya mengetahui berita itu saya sedang pergi berlibur dengan anak saya. Saya tidak memperhatikan dengan seksama, tetapi pada hari selasa setelah makan siang, saya memperhatikan dari televisi di kamar hotel, sambil santai saya pahami apa yang sebenarnya terjadi.

Berikutnya, setiap pagi saya buka internet saya untuk membaca berita tersebut, apa kelanjutan dan apa yang dilakukan untuk menangani kasus tersebut. Saya cukup bisa merasakan apa yang menjadi perasaan orangtuanya karena saya juga punya anak yang kurang lebih hampir seusia korban, dan saya mencintai anak saya. Saya juga dapat merasakan kebingungan pihak sekolah karena saya dulu juga pernah bekerja di sekolah.

Sebenarnya yang saya baca di internet dan beberapa social media cukup membuat hati ini berdebar, kira-kira endingnya bagaimana. Tetapi ada satu hal, belum ada yang membahas bagaimana menangani anaknya, yang ada hanya berita tuntut menuntut. Sekali lagi itu tidak salah, itu bentuk peduli terhadap manusia supaya tidak terjadi lagi kelak. Tetapi kali ini saya akan membahas dari sudut pandang anak dan solusi mengatasi trauma pada anak tersebut.

Jika rumah anda terbakar, tepatnya dibakar oleh seseorang. Dan anda mengetahuinya dengan jelas bahwa rumah anda dibakar, apa yang anda lakukan pertama kali? Padamkan apinya atau kejar pelakunya? Sama dalam kasus pelecehan ini, mau padamkan apinya (trauma anak) atau kejar pelakunya? Dua-duanya adalah kegiatan yang butuh fokus dan konsentrasi tinggi yang cukup menguras energy. Pilihan anda menentukan hasilnya bukan?
Kasus ini terungkap karena korban rupanya mengidolakan Captain America, dengan dibujuk dan kemampuan komunikasi orangtua yang cukup hebat maka terbongkarlah apa yang menjadi keanehan perilaku anaknya selama ini, sering menggigau, mengompol dan terjadi perilaku aneh lainnya.
Saat saya mengetahui dari awal dia korban memiliki idola Captain America, sebenarnya di benak saya itu masalah sudah selesai, jika paham dan tahu bagaimana memanfaatkan Captain America-nya. Saya akan berandai-andai jika ini adalah anak saya, saya akan lakukan hal terbaik apa yang dapat menyelamatkan jebakan emosinya, perasaan tertekan, takut dan bahkan masa depannya kelak.

1. Saya akan ajak dia berbicara santai, saya minta dia membayangkan Captain America-nya, dengan cara mendongeng dan kalimat-kalimat positif terus saya berikan untuk menguatkan dia. Pada tahap ini saya akan pandu dia mengeluarkan emosi negatifnya. Caranya :
  • Cerita dong sama Captain America, apa yang kamu rasakan? Takut? Sedih? Kenapa? (Karena anak masih umur 5 tahunan, maka kita yang memandunya).
  • Kamu marah dengan orang yang mengganggu kamu? Kamu ingin Captain America melakukan apa sama mereka? Mereka dimarahin atau apa? (Untuk memuaskan dan mengeluarkan kejengkelan karena ketidakmampuan membalas, dan kesulitan mengungkapkan dengan kata-kata).
  • Jika kamu ingat kejadian yang “lalu” kamu masih merasa takut? Jika iya Captain America akan mendampingi kamu dan berada disebelahmu terus, dan coba dengarkan dia berbisik sama kamu “kamu aman bersama saya”. Mau kamu melihatnya ulang? Jika tidak coba ulangi langkah sebelumnya. (Tujuannya, memastikan apakah masih ada trauma dengan kejadian tersebut).
  • Sambil berikan sugesti melalui Captain America yang ada dibayangannya, “kamu bisa memaafkan mereka yang mengganggu kamu? Tunggu jawabannya, jika tidak kembali ke langkah b atau c, kamu anak hebat kan. Mau jadi seperti saya, hebat dan kuat? Ayo belajar memaafkan, coba bilang dan bersalaman, tirukan saya: pak.. bu.. saya maafkan ya perbuatan kalian semoga kalian tidak jahil lagi atau mengulanginya, sambil bersalaman”.
2. Jika memungkinkan ruangan yang digunakan dipenuhi dengan pernak pernik Captain America, agar dia merasa nyaman dan aman dalam ruangan tersebut. Karena proses ini cenderung berat. Bahkan jika perlu saat bicara dengan korban, gunakan kaos atau topi Captain America. Jika usia anak masih TK cukup mudah untuk melepas dan menetralisir pengalaman traumatis yang dialaminya, asal orangtua paham bagaimana memperlakukan anak dengan sudut pandang psikoterapis. Prinsipnya orangtua mau belajar untuk kebaikan anak.


Emosi negatif yang terjebak dalam diri seorang anak dalam kadar yang kecil saja, cukup bisa menghambat kesuksesan masa depannya. Misalnya ada orangtua yang mudah memukul anaknya dalam proses mendidik, atau orangtua yang mudah mengancam anaknya itu disebabkan karena dia (orangtua) dahulu dibesarkan dengan cara yang sama seperti itu. Apa akibatnya? Akan terlalu panjang jika saya jelaskan ditulisan ini, anda bisa membacanya pada artikel Anak Pelengkap Derita Orang Tua.
Tanamkan pengertian yang baik pada anak, dulu anak saya suka sekali dengan figur Barney, saya gunakan Barney untuk menanamkan dan mendidik anak saya disiplin dan sopan. Bahkan saya membeli boneka yang bisa dimasukan ditangan untuk berbicara atas nama Barney. Tetapi sekarang itu sudah tidak lucu lagi buat anak saya.
Seperti kata pepatah, dunia yang kita tempati ini adalah dunia yang kita pinjam dari anak kita. Jika kita cinta mereka, buatlah lingkungan yang nyaman dan jaga kehidupan mereka serta upayakan yang terbaik bagi masa depan mereka. Tanamkan pemahaman emosi yang tepat bukan semata kognitif dan IQ saja yang diperhatikan.
Semoga masukan dan informasi ini berguna buat kita semua, dan buat anak-anak yang kita cintai. Dengan berbagi tips ini, mungkin kita bisa membantu banyak korban lain yang mungkin menutup diri, kita paham bahwa membuka diri terhadap kasus ini melalui media massa butuh keberanian dan kedewasaan yang tinggi. Tetapi setidaknya inilah realita dimana kita hidup dan kasus seperti ini ada.
Semoga masukan dan informasi ini berguna buat kita semua, dan buat anak-anak yang kita cintai.


Salam
Rizal badawi 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By Blogger Templates