Bagaimana Mengatasi Trauma Pelecehan Seksual Pada Anak
Awal mula beredarnya berita ini, kasus
pelecehan seksual yang terjadi di salah satu sekolah international di
Jakarta pada tanggal 14 April 2014 kemarin. Terjadi pelaporan dari
orangtua siswa TK sekolah tersebut, dimana anaknya yang masih TK
mengalami pelecehan seksual (di sodomi) di sekolah tersebut oleh petugas
kebersihan dan terjadi di kamar mandi. Pada waktu yang bersamaan, saat
saya mengetahui berita itu saya sedang pergi berlibur dengan anak saya.
Saya tidak memperhatikan dengan seksama, tetapi pada hari selasa setelah
makan siang, saya memperhatikan dari televisi di kamar hotel, sambil
santai saya pahami apa yang sebenarnya terjadi.
Berikutnya, setiap pagi saya buka
internet saya untuk membaca berita tersebut, apa kelanjutan dan apa yang
dilakukan untuk menangani kasus tersebut. Saya cukup bisa merasakan apa
yang menjadi perasaan orangtuanya karena saya juga punya anak yang
kurang lebih hampir seusia korban, dan saya mencintai anak saya. Saya
juga dapat merasakan kebingungan pihak sekolah karena saya dulu juga
pernah bekerja di sekolah.
Sebenarnya yang saya baca di internet
dan beberapa social media cukup membuat hati ini berdebar, kira-kira
endingnya bagaimana. Tetapi ada satu hal, belum ada yang membahas
bagaimana menangani anaknya, yang ada hanya berita tuntut menuntut.
Sekali lagi itu tidak salah, itu bentuk peduli terhadap manusia supaya
tidak terjadi lagi kelak. Tetapi kali ini saya akan membahas dari sudut
pandang anak dan solusi mengatasi trauma pada anak tersebut.
Jika rumah anda terbakar, tepatnya
dibakar oleh seseorang. Dan anda mengetahuinya dengan jelas bahwa rumah
anda dibakar, apa yang anda lakukan pertama kali? Padamkan apinya atau
kejar pelakunya? Sama dalam kasus pelecehan ini, mau padamkan apinya
(trauma anak) atau kejar pelakunya? Dua-duanya adalah kegiatan yang
butuh fokus dan konsentrasi tinggi yang cukup menguras energy. Pilihan
anda menentukan hasilnya bukan?
Kasus ini terungkap karena korban
rupanya mengidolakan Captain America, dengan dibujuk dan kemampuan
komunikasi orangtua yang cukup hebat maka terbongkarlah apa yang menjadi
keanehan perilaku anaknya selama ini, sering menggigau, mengompol dan
terjadi perilaku aneh lainnya.
Saat saya mengetahui dari awal dia
korban memiliki idola Captain America, sebenarnya di benak saya itu
masalah sudah selesai, jika paham dan tahu bagaimana memanfaatkan
Captain America-nya. Saya akan berandai-andai jika ini adalah anak saya,
saya akan lakukan hal terbaik apa yang dapat menyelamatkan jebakan
emosinya, perasaan tertekan, takut dan bahkan masa depannya kelak.
1. Saya akan ajak dia berbicara santai,
saya minta dia membayangkan Captain America-nya, dengan cara mendongeng
dan kalimat-kalimat positif terus saya berikan untuk menguatkan dia.
Pada tahap ini saya akan pandu dia mengeluarkan emosi negatifnya.
Caranya :
- Cerita dong sama Captain America, apa yang kamu rasakan? Takut? Sedih? Kenapa? (Karena anak masih umur 5 tahunan, maka kita yang memandunya).
- Kamu marah dengan orang yang mengganggu kamu? Kamu ingin Captain America melakukan apa sama mereka? Mereka dimarahin atau apa? (Untuk memuaskan dan mengeluarkan kejengkelan karena ketidakmampuan membalas, dan kesulitan mengungkapkan dengan kata-kata).
- Jika kamu ingat kejadian yang “lalu” kamu masih merasa takut? Jika iya Captain America akan mendampingi kamu dan berada disebelahmu terus, dan coba dengarkan dia berbisik sama kamu “kamu aman bersama saya”. Mau kamu melihatnya ulang? Jika tidak coba ulangi langkah sebelumnya. (Tujuannya, memastikan apakah masih ada trauma dengan kejadian tersebut).
- Sambil berikan sugesti melalui Captain America yang ada dibayangannya, “kamu bisa memaafkan mereka yang mengganggu kamu? Tunggu jawabannya, jika tidak kembali ke langkah b atau c, kamu anak hebat kan. Mau jadi seperti saya, hebat dan kuat? Ayo belajar memaafkan, coba bilang dan bersalaman, tirukan saya: pak.. bu.. saya maafkan ya perbuatan kalian semoga kalian tidak jahil lagi atau mengulanginya, sambil bersalaman”.
2. Jika memungkinkan ruangan yang
digunakan dipenuhi dengan pernak pernik Captain America, agar dia merasa
nyaman dan aman dalam ruangan tersebut. Karena proses ini cenderung
berat. Bahkan jika perlu saat bicara dengan korban, gunakan kaos atau
topi Captain America. Jika usia anak masih TK cukup mudah untuk melepas
dan menetralisir pengalaman traumatis yang dialaminya, asal orangtua
paham bagaimana memperlakukan anak dengan sudut pandang psikoterapis.
Prinsipnya orangtua mau belajar untuk kebaikan anak.
Emosi negatif yang terjebak dalam diri
seorang anak dalam kadar yang kecil saja, cukup bisa menghambat
kesuksesan masa depannya. Misalnya ada orangtua yang mudah memukul
anaknya dalam proses mendidik, atau orangtua yang mudah mengancam
anaknya itu disebabkan karena dia (orangtua) dahulu dibesarkan dengan
cara yang sama seperti itu. Apa akibatnya? Akan terlalu panjang jika
saya jelaskan ditulisan ini, anda bisa membacanya pada artikel Anak Pelengkap Derita Orang Tua.
Tanamkan pengertian yang baik pada anak,
dulu anak saya suka sekali dengan figur Barney, saya gunakan Barney
untuk menanamkan dan mendidik anak saya disiplin dan sopan. Bahkan saya
membeli boneka yang bisa dimasukan ditangan untuk berbicara atas nama
Barney. Tetapi sekarang itu sudah tidak lucu lagi buat anak saya.
Seperti kata pepatah, dunia yang kita
tempati ini adalah dunia yang kita pinjam dari anak kita. Jika kita
cinta mereka, buatlah lingkungan yang nyaman dan jaga kehidupan mereka
serta upayakan yang terbaik bagi masa depan mereka. Tanamkan pemahaman
emosi yang tepat bukan semata kognitif dan IQ saja yang diperhatikan.
Semoga masukan dan informasi ini berguna
buat kita semua, dan buat anak-anak yang kita cintai. Dengan berbagi
tips ini, mungkin kita bisa membantu banyak korban lain yang mungkin
menutup diri, kita paham bahwa membuka diri terhadap kasus ini melalui
media massa butuh keberanian dan kedewasaan yang tinggi. Tetapi
setidaknya inilah realita dimana kita hidup dan kasus seperti ini ada.
Semoga masukan dan informasi ini berguna buat kita semua, dan buat anak-anak yang kita cintai.
Salam
Rizal badawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar